Saturday, April 21, 2007

Jum'at, 20 April 2007

Hidup ini lintasan waktu yang misteri. Bagaimana menghabiskannya atau entah dengan cara apa menikmatinya, toh segalanya akan berakhir di satu titik: kematian. Dan misteri pun menjadi bagian dalam banyak hal yang berkaitan dengan hidup, termasuk kematian itu sendiri. Demikian apik Tuhan menyembunyikan kematian itu dari manusia-manusia yang pasti akan mengalaminya, hingga sebagian besar dari mereka akhirnya ditenggelamkan di jalur yang tak terbaca oleh pengetahuan. Kematian menjadi semacam mafia yang tak lagi ditakuti keberadaannya; kematian adalah seekor predator berbahaya yang tidak diwaspadai si calon mangsa.

Dan hidup ini terus berjalan dalam rentetan ketidakpastian. Kita menjejakkan kaki menjauhi kediaman di setiap pagi hari menjelma, lantas mengarungi deru dunia dengan harapan bisa mengambil secarik manfaat dari lembar-lembar keentahannya. Kita tidak pernah menyadari betapa segala apa yang akan dan telah kita dapatkan itu pun hanya menunggu waktu untuk diambil kembali dari pelukan, hanya sebuah kendaraan yang dititipkan sang empu kepada tukang parkir yang sibuk berpeluh di hari-hari yang tandus dan keras.

Ketika memandang wajah seorang rekan yang tubuhnya putih dibalut kain kafan, saya teringat motivasi hidupnya yang aneh: ingin menjadi seseorang yang namanya akan selalu dikenang, menjadi buah bibir di segala kalangan dengan penuh kekaguman. Ngeri saya menyaksikan wajahnya yang tidak lagi sesumringah biasanya. Ya, inilah akhir dari semua manusia, akhirnya hanyalah seonggok mayat yang tak berdaya menanti ketidak pastian persinggahan berikutnya, hingga berakhir di keabadian yang lagi-lagi hanya misteri.

Labels:

 
posted by ar-marsha at 10:07 AM |


0 Comments: