Friday, October 19, 2007


You are The Hermit


Prudence, Caution, Deliberation.


The Hermit points to all things hidden, such as knowledge and inspiration,hidden enemies. The illumination is from within, and retirement from participation in current events.


The Hermit is a card of introspection, analysis and, well, virginity. You do not desire to socialize; the card indicates, instead, a desire for peace and solitude. You prefer to take the time to think, organize, ruminate, take stock. There may be feelings of frustration and discontent but these feelings eventually lead to enlightenment, illumination, clarity.


The Hermit represents a wise, inspirational person, friend, teacher, therapist. This a person who can shine a light on things that were previously mysterious and confusing.


What Tarot Card are You?
Take the Test to Find Out.

 
posted by ar-marsha at 9:29 PM | 0 comments

lima tahun yang lalu kita bertemu

dalam dingin
ketika alam tak banyak memberi pilhan
kecuali secangkir kopi
dan sekejap hangat di tengah malam

sungguh ingin kubentangkan semua yang terekam sejarah
seperti buku
yang kuhadiahkan untukmu bertahun-tahun lalu
atau helai kain biru
potongan langit yang kutitipkan di wajahmu

lima tahun, dan detik masih terus berhitung
jejak-jejak sunyi yang masih terdengar
bisikan-bisikan hati yang terus saja menampar
aku...
sungguh masih mencintaimu

Labels:

 
posted by ar-marsha at 7:55 PM | 0 comments
Wednesday, October 17, 2007

Lebaran datang lagi. Dan selalu dengan slogan yang sama, masing-masing stasiun tv rame-rame membuat ucapan selamat lebaran. Rata-rata pake kata “kemenangan”, atau paling tidak “kembali suci”. Lalu kebiasaan ini menular pula pada kantor-kantor, sekolah-sekolah, sampai ke mall-mall di jantung kota. Bahkan tidak ketinggalan, menurut pantauan saya, gereja-gereja pun beramai-ramai membentangkan spanduk yang berisi ucapan selamat lebaran. Semuanya berusaha menunjukkan rasa antusias menyambut hari besar kaum muslimin yang datang setahun sekali itu.
Kemenangan. Sebuah kata yang menunjukkan titik kulminasi jenjang-jenjang pengorbanan yang di ujung perjalanan berbuah hasil yang membahagiakan. Seperti sekelompok serdadu yang pulang dari medan perang dengan tubuh penuh luka, tapi wajah mereka berbinar bahagia karena satu kata: kemenangan. Atau sekumpulan mahasiswa yang sujud syukur setelah berhasil menaklukkan hati dosen penguji untuk mengizinkan mereka jadi sarjana. Ya, semua pengorbanan sejatinya dilakukan karena keinginan meraih satu kata itu. Kemenangan.
Dalam satu kesempatan dalam perjalanan pulang dari satu tempat di malam takbiran, saya menyaksikan riuhnya ”pesta kemenangan” itu. Gerombolan remaja laki-laki dan perempuan yang berbaur riuh mengisi jalan, diiringi bincang-bincang seputar pacaran dan cinta yang miskin makna, lalu sekumpulan anak-anak yang sibuk membuat kesal para orang tua dengan ledakan-ledakan petasan yang bikin jantung mau copot rasanya, adalah gambaran umum bagaimana kebanyakan masyarakat Indonesia merayakan datangnya 1 Syawal. Tidak ada tangisan karena perginya penggalan masa tercinta yang bernama Ramadhan, juga tak ada rasa khawatir apakah setahun kemudian masih diberi kesempatan untuk bersua. Hari-hari menahan itu sudah berlalu, sekarang waktunya pelampiasan. Tak ada lagi puasa yang menghambat pacaran, tak ada lagi malam-malam tarawih yang mengganggu waktu kencan. Pendek kata, sekarang waktunya pesta!
Lebaran hari ini adalah salah satu masa di mana jumlah manusia yang ge-er dengan janji kemenangan itu melonjak jumlahnya. Termasuk kita-kita tentu saja, yang sering lupa dan khilaf kalau tak ada kemenangan tanpa pengorbanan. Lantas bertanyalah, telah sedemikian hebatkah pengorbanan kita sepanjang Ramadhan, sampai-sampai kita merasa pantas bergembira selepas Ramadhan.
Seorang sahabat Rasulullah pernah kedapatan sedang menangis selepas ifthar (berbuka puasa) yang terakhir di penghujung Ramadhan. Ternyata ia demikian enggan Ramadhan itu berlari meninggalkannya, seolah-olah ia tahu pasti Ramadhan berikutnya ia sudah mati. Dengan linangan air mata dihadapkannya wajah ke langit, lalu memohon sejadi-jadinya agar Allah SWT memanjangkan umurnya agar diberi kesempatan bertemu lagi dengan sang Ramadhan tercinta.

Kitakah prajurit-prajurit Iman
yang terpanggil memenuhi seruan
sebuah bulan
sungai kasih sayang Ar-Rahman
meneguk remah-remah cinta sepanjang malam
dan siang dengan sejuk ayat suci Al-Qur’an

Ataukah hanya sekelompok musang
yang bermain-main dengan kesempatan
hingga bulan mulia bermuram durja
menenggak sunyi hamba yang terlupa

Ramadhan itu sudah pergi, dengan sekelumit cerita diri kita yang hanya Allah SWT dan kita saja yang tahu. Semoga yang Maha Rahman masih berkenan memberi kita kesempatan merajut benang-benang emas itu di tahun-tahun yang akan datang.

Tapi satu pesan, Kawan. Merasa menang? Jangan GE-ER dulu!


Labels:

 
posted by ar-marsha at 12:11 AM | 0 comments
Tuesday, October 16, 2007
Barusan download album Call Me Irresponsible-nya Michael Buble. Saya kepentok sama satu lagu. judulnya "always on my mind". Sepertinya lagu ini pernah dibawakan sama Fantasia (American Idol). Keren! Versinya Michael Buble ini menurut saya lebih gemanaaaaa geto dibanding versi Fantasia. Mau download? Linknya: irmanadha.multiply.com/music. Tapi kudu punya account multiply lho! Gratis kok!


-always on my mind-

Maybe I didn't treat you
Quite as good as I should have
Maybe I didn't love you
Quite as often as I could have
Little things I should have said & done
I just never took the time

But you were always on my mind
You were always on my mind

Maybe I didn't hold you
All those lonely, lonely times
And I guess I never told you
I'm so happy that you're mine
If I made you feel second best
Girl, I'm sorry I was blind

You were always on my mind
You were always on my mind

Tell me, tell me that your
Sweet love hasn't died
Give me, give me one more chance
To keep you satisfied
Satisfied

Little things I should have said & done
I just never took the time

You were always on my mind
You were always on my mind
You were always on my mind
You were always on my mind


Labels:

 
posted by ar-marsha at 11:59 PM | 0 comments
Wednesday, October 3, 2007


Kalau bisa dikatakan, kamu itu biasa saja

Seperti matahari yang selalu bangkit tiap pagi

Tak pernah tak ada, makanya dianggap biasa saja

Atau mungkin hujan yang datang di bulan kedua

Biasa saja

Dinanti lama, dan pasti datang dengan segera

Biasa saja

Seperti dahaga yang lenyap dibasuh cerita


Hanya saja biasamu adalah tidak biasa

Ketidakbiasaan yang ingin kuanggap biasa

Ketidakbiasaan yang ingin segera kulenyapkan

Tapi aku tak bisa


Hanya sebuah tali yang ingin kujalin lagi

Dengan warna berbeda

Dengan warna yang dulu pernah ada antara kita

Dengan tisikan benang sutra di penghujung senja

Ketika berlalu sebuah tawa

Dengan mu saja


Ahhh…

Rindu…




October 2nd, 2007

Labels:

 
posted by ar-marsha at 12:14 PM | 0 comments