Wednesday, June 27, 2007

Hujan

Terima kasih atas sebuah pesan

Yang lama dan diam diungkapkan


Hujan

Bukan di gelapnya gelombang awan

Tapi kata-kata yang samar disampaikan


Hujan

Kuhantarkan sebuah kecupan

Atau mimpi yang mendaki malam



Menampar-nampar wajah melaju

Menusuk dingin dalam tulangku

Angin


Angin

Dedaun kering terbang terangkat

Pikiran deras memacu keringat


Ingatan yang riuh dan singkat

Angin

Riuh singkat yang lalu kuingat




Labels:

 
posted by ar-marsha at 9:25 AM | 1 comments
Thursday, June 21, 2007

Kalau orang lain secara berkala selalu meluangkan waktu untuk pergi ke tukang cukur, maka saya sangat tidak seperti itu. Selain rasa tidak rela mengeluarkan 8000 perak dari kantong, saya juga tidak terlalu senang kepala saya dipegang-pegang orang asing. Dan ini bukan saya saja. Semua penghuni rumah saya mengalami ‘penyakit’ yang serupa, mulai dari Bapa’ saya sampai adik saya yang paling kecil. Karenanya, kalau tidak sedang kepepet benar, kami sekeluarga selalu mencukur rambut di rumah saja. Efisien dalam segala hal, hehehe

Nah, Sabtu yang lalu acara cukuran itu berlangsung lagi di rumah saya tercinta. Awalnya tidak ada niatan. Jojon yang kebetulan merasa rambut di kepalanya sudah terlalu tebal, dan Mama’ yang kebetulan juga sedang tidak ada kerjaan, maka akhirnya diputuskan untuk mengubah ruang tamu[*] menjadi arena pembantaian massal rambut-rambut durjana. Melihat gelagat aneh dengan tangan Mama’ menggenggam sisir dan gunting, saya yang sedang dipusingkan dengan masalah ketombe yang merajalale§ (hehehe) cepat-cepat mengambil tempat di dekat beliau, diikuti Bapa’ yang juga sudah mengalami kepala gatal2 berkepanjangan. Mama’ yang sudah dengan jurus-jurus andalan membabat rambut Jojon, kontan protes dengan “antrian sepihak” ini. Tapi apa daya, Mama’ akhirnya setuju juga mencukur kami berdua. Saya, yang beberapa hari ini begitu sering ngidam ingin memendekkan rambut, akhirnya bisa bernafas lega.

Lets skip the cukuran of Jojon…

Dan tibalah waktu saya. Segera setelah bertelanjang dada dan menaburkan bedak ke sekujur badan, saya langsung mengambil tempat di depan Mama’. Dan … “kress.. kress..” mulailah gunting itu bekerja. Cukur sana-sini, ditemani alunan suling sunda dari 3250-nya si Jojon.

Berikut adalah kronologis pencukuran:

- Bagian pertama, areal belakang kepala. Pada sesi ini saya masih bisa ketawa-ketawi. Maklum, leher saya lumayan sensitive. Sentuhan besi gunting yang dingin itu bikin saya kegelian sendiri.





- Tahap selanjutnya, mulai tercium ada yang tidak beres. Guntingan-guntingan terasa tidak seperti biasanya. Saya sedikit komplen, tapi Mama’ memaksa saya diam.








- Tahap berikutnya, semakin parah. Guntingan-guntingan mulai sering salah kaprah. Bukannya menggunting, teknik pencukuran ini lebih pas disebut ”teknik mencabut”. Beberapa kali saya ber adaw-adaw ria. Beberapa helai rambut dicabut dengan paksa.





- Tahap yang semakin parah. Rambut di sekitar telinga adalah area yang membutuhkan manuver tingkat tinggi. Beberapa kali nyaris guntingan-guntingan itu membuat saya kehilangan daun telinga. Tapi mau apalagi, saya hanya bisa berpasrah diri dan berdoa pada Tuhan yang Maha Esa agar tidak kehilangan daun telinga.



- Miss comunication. Gaya rambut yang saya inginkan berbeda dengan model yang diproduksi Mama’. Saya meraung-raung, menangis tak menentu (heleh...). Apa boleh buat, terpaksalah saya harus mengenang masa-masa menjadi maba. Nyaris jadi tuyul bo’!




And the final result...,heheheheh



Demikianlah sodara-sodara, kronologis pencukuran saya yang disampaikan dengan lugas dan tidak mengada-ada. Kalo kamu termasuk manusia pedit bin koret alias pelitnya ngga ketulungan, mungkin patut dicoba menghentikan kebiasaan pergi ke tukang cukur, apalagi ke salon. Selain menghindari kemungkinan bertemu BANTALAN (banci taman lawang) nyasar, kamu dijamin bisa menghemat isi dompet. Ingat, practice makes perfect. Mintalah ibu kalian untuk sesekali mencukur kucing, anjing, cicak (?), atau binatang-binatang terdekat yang bisa ditemui. Kalo tidak ada yang meninggal (binatangnya, bukan si banci), maka itu pertanda teknik cukuran beliau sudah cukup reliable dan dapat diandalkan untuk mengerjakan kepala kamu, hehehe...

Selamat mencoba...!!!


[*] Kebiasaan buruk. Ga bisa dibayangkan kalo sementara asyik-asyik cukuran tiba-tiba datang tamu bergerombolan. Tengsin lah hay… J

§ Lale is a Makassar term for… cabul…

Labels:

 
posted by ar-marsha at 9:17 AM | 0 comments

Kalau kamu sedang dalam rasa haus dengan level yang parah, maka apa yang paling sering terbayang tentu saja hanyalah segelas air dingin dalam gelas yang dindingnya berembun, baru saja keluar dari kulkas. Dan kalau levelnya sudah lebih parah lagi, alias sedikit lagi meregang nyawa, nah, ini bisa saja menimbulkan apa yang biasa dialami petualang2 di padang pasir. Namanya, fatamorgana.

Nah, sepertinya saya sedang mengalami ini. Tentu saja kondisinya berbeda. Makassar masih sering dilanda hujan. Air juga masih berkecipak di mana-mana. Tapi ada kondisi yang menjadikan saya terus membayangkan sesuatu, atau tepatnya, seseorang. Dan ini mungkin sudah dalam taraf yang lumayan parah. Aaarghhhh.....!!! Tolonglah saya....!!!

Kalau ada sebuah keadaan yang membuat kamu membayangkan beberapa orang terlihat tak ubahnya seseorang, maka apakah kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan itu? Kangen? Atau kena pelet? Ga tau lah hay.. Yang jelas sudah beberapa kali saya mengalami ini.


I wish I could really recover from this....!!! L

Labels:

 
posted by ar-marsha at 9:15 AM | 0 comments


Sebentar lagi malam mengajakku pergi

Di ujung bumi

tempat kulepas pergi sisa-sisa hari

Dan jika pagi datang lagi

Separuh mimpi akan kugenapi

***

Cinta yang melintas di bukit pemahaman

Sayup-sayup subuh mengalir demikian tenang

Bangkitlah, wahai teman

Sebuah cinta tengah menanti untuk ditunaikan

***

Hawa yang menyejuk

Sepi tak henti merajuk

Sepenggal malam berbagi kisah

Dan kudengar kau berkata...

...bulannya indah

***

Teman kehidupan

Menyangga malam dengan akrabnya lisan

Adalah kau, Mawar...

Malam-malam selalu temaram

Tapi adamu...

...sangat tak terbahasakan

***

Pengawal perjalanan

tidakkah baik untukmu dikecup malam

dan persinggahan waktu

di bunga-bunga tenang

pulanglah kau teman

mimpikan saja semua pertemuan

dan kenangan2 yang mendekatkan

( ditulis untuk seorang teman..., mengantar perjalanannya pulang )

Labels:

 
posted by ar-marsha at 9:07 AM | 0 comments

Bissmillahirrahmanirrahim
Mencari Hati Kita


Kita semua memang mempunyai hati.
Namun, bukankah kita juga sering kehilangan hati kita.dan tiba-tiba saja kita menjadi orang yang tidak mempunyai hati, Tidak memiliki nurani.
Manusia tanpa jiwa.
Atau terkadang menjelma menjadi hewan dalam wujud manusia.

Nah, saat hati kita menghilang begitu saja, atau sebaiknya sebelum hati kita hilang, ada baiknya merenungkan baik-baik pesan sepupu sekaligus menantu kecintaan Rasulullah SAW., Ali Ibn Thalib ra.

Beliau pernah mengatakan begini;
”Carilah hatimu pada tiga tempat:
1. Pada saat menyimak Al-Qur’an
2. Dalam majelis-majelis dzikir
3. Dan pada saat-saat berkhalwat (menyendiri) dengan ALLAH.

Maka apabila engkau tidak menemukan hatimu di tempat-tempat itu, maka mohonlah kepada Allah Ta’ala agar mengaruniakanmu sebuah hati
Karena sebenarnya engkau tidak lagi mempunyai hati!”

(Wa Akhlish Al-Amal,14)


dari; Abul Miqdad Al-Madany
Dalam, Penganten surga

Labels:

 
posted by ar-marsha at 9:04 AM | 0 comments
Wednesday, June 13, 2007

seorang manusia tengah berhitung di sana

entah dengan usia-usia
atau semua cinta yang ia punya

hanya ingin menyapanya hari ini
mengatakan betapa saya ingin bersamanya hari ini
hari ketika detik berlalu
dan semua tentang waktu
adalah rindu yang bertalu-talu

(may you hear all this thoughts, my dear...)

Labels:

 
posted by ar-marsha at 10:21 AM | 0 comments





Horeee...! Jadi om lagii.... :)
skitar sebulan yang lalu kakak sulung awak dengan sukses memproduksi lagi seorang bayi setelah 9 bulan proses value-adding dalam rahim istrinya. Yoi Coy...! Seorang bayi laki-laki ganteng yang lahir di akhir Mei ini menjadi cucu kandung ke lima Abi dan Ummi awak, sekaligus juga keponakan kandung awak yang ke lima ( ntar deh saya tampilkan profilnya sau per satu :) )


Ponakan terbaru awak ini dinamai " Ali As-Sajjad ", nyang artine " Ali yang demen sujud ". Namanya sendiri sudah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari, tidak terlalu lama setelah jenis kelaminnya diketahui lewat USG. Potret di samping adalah potret si Ali sedang didekap Ummi awak, yang mana adalah neneknya.

Yang jelas, saya merasa tua sekali dengan kenyataan ini, hueheeheh... Lima ponakan bo'!











Labels:

 
posted by ar-marsha at 9:51 AM | 0 comments


cakep kaannn...?




wanna kiss me...?





ali mo kentut...





the sleepy baby...

Labels:

 
posted by ar-marsha at 9:45 AM | 0 comments
Saturday, June 9, 2007

sebagian atau seluruh isi dari teks ini adalah eksklusif diperuntukkan untuk kaum muslimin. tidak dimaksudkan untuk menyakiti perasaan mereka yang non-muslim. hanya sekedar pencarian kebenaran, dan penulis membuka diri untuk ditanggapi


Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Shabi’in, orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada ALLAH, kepada hari akhir dan mengerjakan amal shaleh, ………” (Al-Baaqarah: 62)


Petikan di atas adalah salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang dijadikan dasar oleh kaum pluralis untuk membenarkan bahwa Islam adalah ajaran plural. Ayat di atas menurut mereka menunjukkan dengan gamblang, bahwa siapa pun dia, baik dia seorang Muslim, bahkan Yahudi dan Nasrani pun akan bisa menerima pahala atas apa-apa yang mereka kerjakan di dunia ini, asalkan beriman kepada ALLAH, hari akhir dan mengerjakan kebajikan. Pemahaman ini seakan meruntuhkan apa yang selama belasan abad menjadi salah satu keyakinan fundamental dalam Islam, yakni keyakinan bahwa ajaran yang diridhoi oleh ALLAH hanyalah Islam. Pemahaman yang kemudian muncul adalah bahwa kebahagiaan akhirat tidaklah hanya bisa dicapai dengan memeluk Islam saja, melainkan semua keyakinan yang memiliki hakekat yang sama, yakni “penyerahan diri”.

Saya hanya akan membahas syarat pertama, yakni beriman kepada ALLAH, karena inilah sesungguhnya yang menjadi pokok permasalahannya

Beriman kepada ALLAH

Beriman kepada ALLAH adalah syarat utama yang tercetus dalam ayat ini. Permasalahannya sekarang, apakah yang disebut iman kepada ALLAH itu? Apakah sekedar percaya saja, atau ada liku-liku lain yang harus ditempuh di belakang kepercayaan itu sebelum sampai kepada makna yang dimaksudkan?

Saya memiliki pemahaman sendiri tentang makna keimanan1). Menurut saya, keimanan itu berarti sebuah keyakinan tentang eksistensi sesuatu, di mana dengan meyakini eksistensi sesuatu itu akan membawa dampak, baik yang nyata maupun tidak nyata, dalam kehidupan sehari-hari orang yang beriman itu. Maka tidaklah dapat dikatakan beriman seseorang yang hanya meyakini keberadaan sesuatu, tetapi keyakinannya itu tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap hidupnya. Atau dengan kata lain, meyakini atau tidak meyakini, hidupnya akan sama saja, tanpa perbaikan yang semestinya.

Iman kepada ALLAH sesungguhnya adalah pokok dari segala keimanan. Ini karena segala sesuatu bersumber kepada ALLAH, sehingga jika kemudian terdapat kalimat “beriman kepada ALLAH”, maka sesungguhnya upaya untuk memaknai kalimat tersebut tidaklah boleh berhenti pada kalimat itu saja. Keimanan kepada ALLAH ibarat jantung tubuh yang memompa kuat, di mana pada tubuh itu melekatlah cabang-cabang organ tubuh keimanan yang lain. Maka sebuah tubuh akan terlihat pincang ketika salah satu dari organ yang seharusnya menunjang tubuh itu tidak ada sebagaimana mestinya. Tanpa kaki yang menyangga, tidaklah tubuh itu akan dapat berjalan dengan langkah yang sebaik-baiknya. Demikian juga keberadaan organ-organ yang lain, yang mana tubuh tak akan dapat sampai pada kesempurnaan tertinggi jika salah satu di antara cabang-cabang itu tidak dimiliki.

Maka jika iman kepada ALLAH itu adalah batang yang memancang, maka apakah yang menjadi cabang-cabangnya? Jika segala sesuatu bersumber dari ALLAH, maka dalam masalah cabang-cabang keimanan ini pun, pemahaman terbaik tentu saja harus kita ambil dari apa yang diajarkan-Nya, di mana dalam sebuah hadits dijelaskan tentang urutan-urutan keimanan:

  1. Iman kepada ALLAH SWT

  2. Iman kepada Malaikat-malaikat-Nya

  3. Iman kepada kitab-kitab yang diwahyukan-Nya

  4. Iman kepada Nabi & Rasul yang diutus-Nya

  5. Iman kepada hari Kiamat, dan

  6. Iman kepada Qada’ dan Qadar

Iman kepada ALLAH, karena ia merupakan sumber dari segala keimanan, maka ia ditempatkan pada urutan tertinggi, di mana tak ada keimanan terhadap sesuatu yang berada di atas keimanan kepada-Nya. Dan ini menimbulkan konsekuensi bahwa dengan keimanan itu kita hanya akan mematuhi perintah-Nya saja. Maka segala sesuatu yang kemudian Ia perintahkan untuk kita imani, maka kita harus berkata sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami taat. Jika ada di antara manusia yang mengaku-ngaku beriman kepada ALLAH, tapi kemudian ia tidak mau mengimani apa-apa yang diperintahkan oleh ALLAH kepada manusia untuk diimani, maka ini sama saja dengan seorang prajurit yang berkata kepada Raja yang memimpinnya ,”Wahai Paduka, aku akan mentaati segala perintahmu.” Tapi ketika sang raja memerintahkannya untuk pergi berperang, dengan serta merta ia berkata ,”Wahai Paduka, aku tidak akan mengikuti perintahmu untuk berperang. Tapi bagaimanapun aku tetaplah prajurit yang patuh padamu.” Maka betapa besar kontradiksi yang ditimbulkan dari pemahaman seperti ini; hanya ingin beriman kepada ALLAH, akan tetapi tidak mau mengimani apa-apa yang diperintahkan oleh ALLAH untuk ia imani.

Maka inilah yang menjadikan saya sangat tidak sepakat dengan apa yang dituliskan Kang Jalal dalam buku ini, bahwa biarpun ia orang-orang Kristen atau orang-orang Yahudi sekalipun, asalkan dia percaya kepada ALLAH sebagaimana tertera dalam ayat di permulaan tulisan, maka ia akan tetap menerima pahala dari sisi ALLAH. Apakah orang-orang Yahudi dapat dikatakan ”benar-benar beriman kepada ALLAH” sedangkan telah nyata dalam catatan sejarah bahwa kaum Yahudi telah mendustakan dua orang Rasul mulia yang diutus oleh ALLAH dengan wahyu suci, yakni Isa AS dan Muhammad SAW. Kaum Yahudi tidak mengakui kerasulan kedua manusia ini, bahkan lebih buruknya lagi, mereka bahkan menfitnah Isa AS sebagai anak yang lahir dari hubungan gelap! Kaum Kristiani juga tidak kalah parahnya. Mereka mengingkari kerasulan nabi akhir zaman, Muhammad SAW, yang sebenarnya telah diisyaratkan dalam Injil yang otentik, sebelum kemudian mereka menyepakati untuk menghapus ayat nubuwat Ahmad itu dari kitab yang mereka anggap suci itu. Bahkan yang lebih aneh lagi, 3 abad setelah misteri penyaliban, dalam sebuah konsili yang dipimpin langsung oleh Konstantine, mereka bahkan menyepakati untuk mengangkat derajat Isa AS dari posisinya semula sebagai utusan ALLAH menjadi anak ALLAH, bahkan ALLAH itu sendiri! Maka dapatkah kita mengatakan kaum seperti ini benar-benar beriman kepada ALLAH, sedangkan mereka telah demikian asyik memporak-porandakan ajaran mulia Musa AS dan Isa AS yang mengajarkan keimanan dengan sebenar-benar iman kepada ALLAH?

Inilah yang kemudian membuat saya menganggap sangat tidak pantas seorang Kang Jalal menaruh tanda petik pada kata kafir (”kafir”) untuk menandakan bahwa anggapan kafir dari sudut pandang seorang muslim terhadap Yahudi dan Nasrani adalah anggapan yang masih harus dipertanyakan. Padahal ALLAH dalam surah Al-Maaidah telah menyatakan dengan jelas bahwa ”sungguh telah kafirlah orang-orang yang berkata bahwa ALLAH itu ialah Al Masih putera Maryam”, dan pada ayat lainnya ”sungguh telah kafirlah orang-orang yang menyatakan bahwa ALLAH itu salah satu dari tiga”. Sebagaimana kita ketahui kaum Kristiani telah menganggap Nabi Isa AS/Yesus sebagai anak ALLAH (begotten son2 – demikian teks Bible berbahasa Inggris). Lantas apa yang menjadikan Kang Jalal dapat berpikir bahwa kekafiran mereka masih dapat dipertanyakan?

Dan dalam ayat lainnya, ALLAH telah dengan jelas memberikan vonisnya kepada kepada kaum kafir dengan mengganjar mereka dengan kekekalan siksa neraka-Nya yang teramat sangat pedih. Akhir ayat Al-Baqarah ayat 62 menyatakan bahwa mereka tidak akan bersedih hati. Apakah mungkin orang-orang yang kekal di neraka tidak bersedih hati, malahan bersuka cita? Ini tidaklah menunjukkan adanya pertentangan dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah kitab yang keasliannya dijaga oleh ALLAH. Yang mungkin tidak tepat adalah cara kita menafsirkannya.

Satu contoh yang nyata yang sangat patut kita renungkan adalah apa yang menimpa Abu Thalib bin Abdul Muthalib, ayah Ali bin Abi Thalib ra, yang juga paman sekaligus pelindung Rasulullah SAW dari gangguan kaum musyrikin. Jika hendak kita menakar, maka akan sangat luar biasa sesungguhnya jasa yang telah dilakukan Abu Thalib, karena dialah yang telah melindungi Rasulullah SAW semenjak beliau menjadi yatim piatu hingga menempuh beratnya mengemban risalah di Mekkah, di mana hampir semua orang memusuhi dan membahayakannya. Tapi apa yang terjadi? Ia tetaplah akan dimasukkan ALLAH ke dalam kekekalan neraka, meskipun ”hanya” akan mendapatkan siksaan yang paling ringan, yaitu mengenakan sepatu panas yang dapat mendidihkan otak. Semua itu hanya karena ia enggan mengucapkan kalimat ”Laa ilaaha illaLLAAH, Muhammadur RasuuluLLAAH..”. Maka bagaimanakah gerangan dengan kaum-kaum lain yang kebaikannya tentu saja masih berada di bawah Abu Thalib?

Kalau begitu, bagaimanakah cara kita memahami ayat yang kesannya pluralis itu? Saya yakin bahwa Islam itu sesungguhnya tidak sekedar nama, melainkan ketersambungan risalah dengan pokok-pokok ajaran yang sama yang diajarkan oleh setiap Rasul yang diutusNya. Karena itulah mungkin mengapa ALLAH menyebutkan kaum Yahudi dan Nasrani dalam ayat itu. Karena sesungguhnya, ketika risalah yang mereka yakini itu masih bersih dari kekeruhan dan kontaminasi ajaran, di dalam kedua kaum itu sendiri tidak bisa kita pungkiri terdapat juga orang-orang yang benar-benar beriman kepada ALLAH. Orang-orang yang tidak memilah ajaran, tidak memalsukan apa-apa yang diwahyukan ALLAH. Maka mereka inilah yang disebut sebagai kaum yang ”tidak akan bersedih hati”. Lantas bagaimana, misalnya, dengan kaum Nasrani yang ada sekarang ini? Jika mereka benar-benar beriman kepada ALLAH, yang berarti juga beriman kepada Rasulullah Muhammad SAW dengan semua ajaran-ajaran yang dibawanya, mengimani AL-Qur’an sebagai wahyu ALLAH dan membenarkan apa-apa yang ada di dalamnya, tentu saja mereka dengan serta merta menjadi seorang muslim, dan dengan demikian akan menerima balasan atas amalan-amalan yang diperbuatnya.

Maka, menurut pemahaman saya, iman yang sejati adalah ketika kita mengimani ALLAH, dan dengan sejurus itu pula kita mengimani ke lima jenis keimanan yang mengikutinya.

1 Pemahaman ini bisa jadi sangat rapuh mengingat hanya berasal dari pemahaman saya sendiri tanpa satu rujukan pun. Saya akan sangat berterima kasih kalau kamu ingin berbagi pemahaman disaertai rujukannya tentang apa itu keimanan.

2 Begotten son berarti anak yang diperanakkan. Frase ini pada bahasa Inggris menunjukkan adanya proses biologis yang berlangsung sehingga menimbulkan seorang anak. Dapat kita bayangkan bagaimana sesugguhnya pemahaman orang yang menuliskan Bible dalam bahasa Inggris dengan menggambarkan Yesus sebagai anak yang berasal dari proses biologis Tuhan! (naudzubillah!). Lihat Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 30 dan 31.

Labels:

 
posted by ar-marsha at 12:25 AM | 0 comments


Bahkan di keabadian surga

Bisakah kita bersama menempuhnya

Nafas-nafas abadi yang meregang

Terputus mati yang datang menantang


Bisa saja sebenarnya

Semua kita rekayasa

Cukup percaya saja

Dengan sepenuh nyawa


Tuhan menjanjikan sungai akan berarak

Manis madu dan putihnya susu

Satu demi satu

Diseka tanganmu


Menempuh letih demi letih

Gelombang pedih berbuih-buih

Berakar laut keringat jiwa

Ketika bertaut semua cinta


Ar-marsha

31 Mei 2007

Labels:

 
posted by ar-marsha at 12:18 AM | 0 comments
Di bilik rapuh yang dibangun malam
Angin lembah riuh, garang menerjang
Kau
Bahkan hendak menawarkan gejolak lain
Sebuah jiwa asing yang lain, sama sekali lain

Tidakkah cukup ketersembunyian hati ini menghangatkanmu
Salju-salju dingin di tengah kota
Atau liukan senja harum bermerah jingga
Ini, sungguh cukup
Tak butuh lagi lain yang meletup


Ar-marsha
25 Mei 2007
01.49

Labels:

 
posted by ar-marsha at 12:04 AM | 0 comments